nobelakademi.id — OpenAI, perusahaan di balik chatbot populer ChatGPT, resmi mengumumkan sedang mengembangkan sebuah platform pekerjaan berbasis kecerdasan buatan (AI). Langkah ini dinilai berpotensi menjadi pesaing langsung bagi LinkedIn, platform profesional milik Microsoft.
Platform baru yang diberi nama “OpenAI Jobs Platform” ini akan memanfaatkan AI untuk menghubungkan kandidat kerja dengan perusahaan secara lebih efisien. Menurut OpenAI, platform tersebut tidak hanya ditujukan untuk korporasi besar, tetapi juga akan membantu bisnis lokal serta pemerintah daerah dalam menemukan talenta AI untuk meningkatkan pelayanan publik.
Pengumuman ini disampaikan oleh Fidji Simo, CEO divisi aplikasi OpenAI sekaligus mantan pimpinan Instacart, melalui sebuah postingan blog pada Kamis lalu. “Platform pekerjaan ini bukan hanya untuk perusahaan besar menarik lebih banyak talenta. Akan ada jalur khusus untuk membantu bisnis lokal bersaing, dan pemerintah lokal menemukan tenaga AI yang dibutuhkan,” ujarnya.
OpenAI vs Microsoft: Mitra dan Pesaing
Meski Microsoft adalah investor terbesar OpenAI dengan investasi dilaporkan mencapai USD 13 miliar, hubungan kedua perusahaan tidak sepenuhnya harmonis. Dalam laporan tahunan tahun lalu, Microsoft bahkan secara resmi menyebut OpenAI sebagai pesaing di sektor iklan pencarian dan berita.
Dengan kehadiran platform pekerjaan ini, persaingan semakin mengemuka, terutama karena LinkedIn telah lama mendominasi pasar jejaring profesional global.
OpenAI Academy dan Sertifikasi AI
Selain platform pekerjaan, OpenAI juga meluncurkan program sertifikasi baru melalui OpenAI Academy, platform pembelajaran daring yang mengajarkan keterampilan penggunaan AI di tempat kerja. Program ini akan menawarkan sertifikasi dalam berbagai tingkat, mulai dari dasar penggunaan AI, hingga level lanjutan seperti rekayasa prompt (prompt engineering).
Fidji Simo menjelaskan, fitur Study Mode di ChatGPT akan menjadi bagian dari pembelajaran, di mana chatbot berperan sebagai pengajar dengan memberikan pertanyaan, petunjuk, dan umpan balik, bukan jawaban langsung.
Organisasi dan perusahaan dapat menjadikan sertifikasi ini bagian dari program pelatihan internal mereka. Bahkan, OpenAI telah bekerja sama dengan Walmart, perusahaan swasta terbesar di AS. Targetnya, OpenAI berambisi mencetak 10 juta tenaga kerja bersertifikat AI di Amerika Serikat pada tahun 2030.
Dampak AI pada Pasar Kerja
Langkah OpenAI ini hadir di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap dampak AI terhadap dunia kerja. Beberapa pemimpin bisnis, termasuk Marc Benioff dari Salesforce, baru-baru ini mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena efisiensi berbasis AI.
Namun, OpenAI menekankan bahwa teknologi ini juga membuka peluang ekonomi baru. “Yang bisa kita lakukan adalah membantu lebih banyak orang menjadi fasih dalam AI, lalu menghubungkan mereka dengan perusahaan yang membutuhkan keterampilan tersebut,” kata Simo.
Penelitian terbaru dari perusahaan data tenaga kerja Lightcast mendukung hal ini, menemukan bahwa peran pekerjaan yang membutuhkan keterampilan AI memiliki rata-rata gaji lebih tinggi dibandingkan pekerjaan yang tidak membutuhkan AI.
Komitmen dengan Pemerintah AS
Inisiatif baru ini juga menjadi bagian dari komitmen OpenAI mendukung program Gedung Putih dalam memperluas literasi AI. Sebelumnya, OpenAI meluncurkan OpenAI for Government pada 16 Juni lalu, bersamaan dengan kontrak senilai hingga USD 200 juta dari Departemen Pertahanan AS.
Selain itu, OpenAI juga terlibat dalam proyek Stargate senilai USD 500 miliar yang bertujuan memperkuat infrastruktur AI di AS dalam empat tahun ke depan.
CEO OpenAI Sam Altman bersama sejumlah pimpinan teknologi lainnya bahkan bertemu Presiden AS Donald Trump pekan ini untuk membahas perkembangan AI. Pada kesempatan itu, Ibu Negara Melania Trump menekankan pentingnya AI dalam pendidikan dan kemajuan Amerika, seraya mengingatkan agar pertumbuhan teknologi ini dikelola secara bertanggung jawab.